An Overview of Islamic Economic

| |

Islam as a way of life, cakupannya meliputi prinsip hidup, norma, etika, cara pandang terhadap materi dan pemenuhan kebutuhan rohani, ekonomi, politik, sosial, dan hokum. Tidak benar jika dikatakan bahwa Islam hanya mengurusi masalah hubungan rohani manusia dengan Tuhannya saja. Islam tidak boleh memasuki ranah kegiatan ekonomi manusia, atau bahkan dikatakan bahwa Islam karena berbagai sistem nilai dan tatanan normatifnya dianggap sebagai an obstacle to economic growth (penghambat pertumbuhan ekonomi).

Keadaan ekonomi manusia yang saat ini secara jelas berkiblat ke barat dengan ekonomi kapitalisnya, tidak bisa dianggap berhasil. Beberapa pembagunan memang terus diadakan. Berbagai kemajuan materi dicapai oleh manusia. Komunikasi dan transportasi tidak lagi menjadi masalah. Akan tetapi sesungguhnya sitemnya amatlah buruk. Kebebasan kepemilikan tanpa batas telah menyebabkan kekayaan hanya dimiliki oleh segelintir orang di bumi. 

Sementara setengah penduduk dunia lainnya benar-benar hidup di bawah garis kemiskinan.
Dalam hal ini lihatlah bagaimana nasib rakyat negara kita. Negara yang kaya dengan segala anugerah Allah. Air yang melimpah, udara yang bersih, tanah yang subur, hujan yang cukup, cahaya matahari yang hangat sepanjang tahun adalah anugerah yang tidak dapat dihitung. Tapi lihatlah bagaimana kita hidup. Sebagian besar masyarakat harus berusaha keras untuk bertahan. Kita sama sekali tidak pernah merasakan hasil sumberdaya yang ada. Karena ternyata objek-objek strategis itu telah dikuasai oleh asing. Gas, minyak, emas, dan banyak yang lainnya. Kekayaannya milik kita tetapi pemerintah kita telah menjual murah kepada asing.

Ada sistem lain yang seolah-olah dapat menjadi obat penawar bagi sistem yang buruk sebelumnya. Sosialis. Menurut sosialis kepemilikan atas modal dan property sama sekali tidak diakui. Dengan alasan keadilan. Akan tetapi efeknya jauh lebih parah dari sebelumnya. Tidak ada kemajuan, tidak ada persaingan sehat, tidak ada keinginan untuk memaksimalkan potensi yang ada. Pengaturan ekonomi yang terpusat membuat kehidupan menjadi statis karena telah diatur oleh negara. Bahkan lebih parah dari itu, walaupun disebutkan bahwa tujuan dari sistem seperti ini adalah pemerataan dan keadilan, namun pada kenyataannya, ekonomi seperti ini hanyalah alat bagi pemerintah yang berkuasa untuk memperkaya diri sendiri. 

Dalam hal ini sesungguhnya Islam telah menetapkan ketentuannya. Hak milik tidak sebebas-bebasnya dapat diambil oleh individu. Ada hak milik umum dan ada objek-objek tertentu yang harus dikuasai oleh negara. Seperti energy dan objek vital lainnya. Seharusnya tidak ada swastanisasi dalam SDE (Sumber Daya Energi). Kebutuhan rakyat terhadap energy dalam segala betuknya harus dijamin oleh negara.

Kemudian, yang selalu membuat masalah pada sistem keuangan yang kita pergunakan saat ini adalah krisis keuangan yang selalu bermula dari pasar modal. Praktik-praktik spekulasi, short selling, menjadikan uang sebagai komoditi adalah akar permasalahannya. Uang-uang yang diukur dengan angka-angka digital di layar komputer adalah kekayaan yang dengan berbagai transaksi dapat menggembung dan bertambah fantastis. Dalam Islam uang adalah alat tukar. Uang juga adalah penyimpan nilai dan penyimpan kekayaan. Oleh karena itu uang harus ditempatkan sebagaimana posisinya. Uang seharusnya mempunyai nilai fisik yang sama dengan nominalnya. Sebagaimana uang dinar dan dirham yang dipergunakan pada masa Rasulullah. Akan tetapi penggunaan uang fiat yang dianggap kecerdikan telah menyebabkan kebijakan-kebijakan pengaturan dan pencetakan uang diserahkan kepada pemerintah yang tidak ada jaminan keamanahannya. 

Barangkali yang dekat dengan masyarakat kita adalah penyelesaian permasalahan keuangan saat membutuhkan bank untuk mendapatkan pinjaman. Uang harus dikembalikan dengan cara angsuran dengan bunga yang tetap. Untung atau rugi, uang harus dikembalikan beserta tambahannya itu. Akhirnya usaha-usaha di sector riil sulit untuk bertahan. Sementara aliran uang terus mengalir bagi pemilik uang. Hingga pada suatu titik tertentu ketika bank dengan keserakahannya dengan mudah menyalurkan dana agar mendapatkan bunga, terjadi kehancuran dalam tatanan ekonomi. Kredit bermasalah menyebabkan bank menjadi kewalahan. Para peminjam ternyata memang tidak berhasil dalam mengelola uang pinjaman tadi. Satu hal yang dilupakan di sini. Yaitu bahwa dalam usaha, kadang-kadang untung, akan tetapi di waktu lain bisa saja rugi. 

Hal inilah yang telah dicover oleh Islam. Islam menyadari sepenuhnya. Semua bentuk transaksi harus wajar dan logis. Islam memiliki berbagai bentuk akad yang jelas. Dalam mudhorobah misalnya, pengusaha harus mengembalikan uang pemilik modal beserta persentase keuntungan, bukan bunga tetap. Bahkan ketika terjadi kerugian yang bukan disebabkan oleh kelalaian pengusaha, pemilik modallah yang menanggung kerugian. Walaupun sesungguhnya pengusaha juga rugi karena kehilangan kesempatan usaha. 

Beberapa kalangan, bahkan para cendikiawan mengatakan bahwa keadilan yang dicanangkan dalam ekonomi Islam hanyalah wacana yang tidak mungkin diterapkan. Mereka menyorot permasalahan bahwa di dalam harta orang kaya terdapat hak orang miskin. Menurut mereka berdasarkan hal ini maka orang miskin akan selamanya miskin karena orang miskin merasa ada yang bertanggung jawab atas mereka. Sehingga persaingan, perlombaan dalam mencari kekayaan hanya akan terjadi antara orang kaya sesama orang kaya yang mempunyai ilmu dan mengerti bagaimana cara berusaha. 

Akan tetapi sebenarnya logikanya tidaklah sesederhana itu. Tidak ada orang miskin yang benar-benar senang merasa miskin bahkan seandainya memang hidupnya ditanggung oleh seseorang. Akan tetapi ketika sistem yang ada tidak memberinya kesempatan untuk meningkatkan kemampuan diri, ketika sistem yang ada tidak pernah berpihak kepadanya, ketika orang kaya diizinkan menghisap mereka dari segala celah, dengan tidak adanya kesempatan memiliki modal usaha, tidak ada asuransi bagi jiwa dan kesehatannya sebagai pekerja, kebijakan pemerintah yang membuat kekayaan alam disekeliling mereka dibiarkan diambil oleh orang lain karena kemampuan mereka belum dapat menyaingi orang asing itu dan lain sebagainya, maka sistem itulah yang harus diperbaiki. 

Zakah sebagai kewajiban utama di dalam Islam sebenarnya dapat menggerakkan potensi perputaran uang dan pada gilirannya dapat menumbuhkan ekonomi. Karena mustahik tahun ini, ditargetkan untuk menjadi muzakki sekian tahun berikutnya. Pemerataan pendapatan dan keadilan dalam Islam bukanlah semata-mata didasarkan pada ‘rasa belas kasih’ akan tetapi berupa kewajiban yang ada hitungan persentasenya. Sementara sadaqah dan pemberian sukarela lainnya hanyalah dalam keadaan jika pemberi merasa kelebihan harta.

Dari aplikasi nyata dalam kehidupan Rasulullah kita dapat dapat melihat bahwa Zakat ditunaikan dengan tidak hanya dalam bentuk uang. Zakat yang berupa bahan makanan misalnya dimaksudkan agar orang miskin mampu bekerja setelah itu, zakat mendorong untuk seseorang agar tidak menjadi pengangguran, sehingga dia mempunyai penghasilan.
Pada dasarnya, dalam Islam, tanggung jawab pemerataan dan keadilan dalam ekonomi masyarakat dipegang oleh pemerintah sebagai ‘regulator’. Jaminan kehidupan yang layak bagi yatim, jompo, dan orang cacat misalnya, adalah tugas pemerintah. Selain itu, peraturan yang menyangkut keamanan tenaga kerja, kepemilikan modal atas objek vital milik negara juga harus diatur oleh negara. Negara juga bertanggung jawab dalam pengadaan sarana yang dapat dipergunakan untuk memberdayakan SDA yang ada.

Pemikiran ekonomi pada awalnya ditulis oleh para ulama muslim. Banyak karya-karya besar yang telah menyinggung konsep ekonomi modern yang ditulis belasan abad lalu. Namun karena khilafah tidak lagi dijalankan, maka ekonomi Islam pun tidak ditegakkan. Apalagi berbagai serangan pemikiran dan mind control yang dilancarkan oleh musuh-musuh Islam berupa pemikiran sekuler yang memisahkan antara kehidupan dunia dengan kehidupan akhirat telah membuat ekonomi yang bersumber dari ajaran Islam telah ketinggalan dalam prakteknya jika dibandingkan dengan ekonomi konvensional. Jangan kira bahwa ekonomi konvensional telah ditinggalkan begitu saja walaupun telah tampak kegagalannya. Malah hingga saat ini mereka masih mengitung penghasilan bunga tahunan, pertumbuhan ekonomi sekian persen dengan suku bunga sekian, perumbuhan kredit dan lain sebagainya. Maka saya ingin katakan di sini, bahwa tugas menegakkan ekonomi Islam berada di pundak kita. Kitalah para pejuang ekonomi yang akan menjalankan ekonomi dengan prinsip Islam yang universal dan komprehensif. Dengan sekuat tangan, curahan fikiran, tetesan keringat, dan segenap hati kita, kitalah yang akan mengembangkan ekonomi Islam sehingga dapat menjawab kebutuhan manusia di zaman modern ini. Setiap ideology ada pejuangnya, bahkan ideology yang cenderung kepada kekerasan pun diperjuangkan oleh banyak orang. Maka inilah kita generasi baru, generasi yang ditunggu, yang akan memperjuangkan ideology yang kita pegang teguh, iman

0 komentar:

Posting Komentar