Refleksi Akhir Tahun Pelajaran

| |

Beragam jenis perasaan berkecamuk saat ini. Bahagia karena kerja keras selama setahun telah dinilai oleh Al Azhar. Hasilnya telah dilihat sendiri. Selembar kertas berisi angka-angka itu menjadi sangat berarti. Angka-angka di sana terasa sangat sakti. Angka itu adalah takaran kesungguhan, barometer pencapaian dalam eksekusi amanah dan pelaksanaan tanggung jawab. Pada saat yang sama angka itu juga ukuran keberhasilan menguasai satu bidang ilmu yang menuntut wujud nyata berupa aplikasi dan amanah ilmu lainnya; menyampaikan.

Satu angka yang kecil bisa jadi lebih baik karena ia lebih jujur menjadi tempat refleksi diri sendiri dan orang lain. Bahwa kemampuan belum setitik nila, bahwa ilmu yang di dada mungkin benar baru segitu adanya. Memberi ruang untuk menginsafi diri bahwa ilmu tidak mudah ditaklukkan. Memadamkan keangkuhan untuk sekedar membuka kembali baris demi baris warisan pengetahuan di dalam diktat kuliah. Mengambil kembali beberapa atau banyak hal yang tercecer.

Beberapa angka sempurna atau mendekati sempurna juga berebutan ingin diartikulasi. Benarkah pencapaian pemahaman dan melekatnya ilmu di dada sesempurna angka hebat yang diberikan. Mengajak diri menilai sejujurnya karena sesungguhnya tak ada yang mengenal diri kecuali diri sendiri. Pantas atau tidakkah, terlalu berlebihankah atau memang selayaknya. Kuatkah memikul tanggung jawab yang menjadi turunan kesempurnaan penilaian yang telah disematkan orang lain.

Masih ada yang tersisa jika bersedia memandang melalui lorong yang lebih luas. Sebuah lorong seperti pipa atau teropong raksasa. Sebesar apa arti pencapaian penguasaan ilmu bagi kemanusiaan di dunia nyata. Apakah dinding ke-tidaktersentuhan- masih berdiri. Kemanusiaan tak tersentuh oleh ilmu. Orang berilmu tidak mengerti dan tidak bisa memberi kebutuhan sesungguhnya dari manusia. Utamanya ilmu yang ditekuni di sini, bumi yang orang-orang menyebutnya bumi para nabi. Ilmu tentang mengenalkan manusia kepada Tuhannya, lalu mengajak hidup di jalanNya, memberitahu yang diinginkan dan tidak diinginkanNya; menjelaskan segala sesuatu dalam kerangka halal dan haram. Tugas dengan gambaran inilah yang sesungguhnya dinanti. Ada kelebat kilas balik amanah ini saat memandang angka-angka yang tertulis itu. Masih berupa harapan, semoga kedepan lebih baik.

Nilai berbentuk angka-angka itu juga menjadi titik rawan perjalanan keikhlasan menuntut ilmu. Apakah kebahagiaan yang dirasakan telalu berlebihan besarnya hingga membuat retak bangunan keikhlasan yang selama ini dijaga. Elu puji bahkan hanya ucapan selamat bisa jadi angin beracun yang berbahaya. Lupa niat semula yang menempatkan Allah saja sabagai alasan dan tujuan segala gerak-gerik. Punya ilmu karena Allah atau karena mendamba angka beserta sederet prestise yang mengikutinya. Rasa senang dan syukur tiba-tiba menjadi liar menggores senyum yang bukan lagi berarti terima kasih atas nikmatNya, tetapi senyum yang disertai sejumput signal lemah dari dalam hati mengantarkan kebanggaan. Entah siapa yang menjamin dia akan selamanya hanyalah isyarat lemah.

Kebahagiaan kadang memang bersisian dengan kesedihan orang-orang yang begitu berarti dalam sebuah perjalanan yang sama. Keputusan terbaik Tuhan kadang tak tercerna oleh hati yang lemah. Memandang wajah sahabat yang menerima keputusan terbaikNya dengan bagian yang berbeda. Setelah melewati hari-hari yang sama jumlahnya, kepenatan yang sama, keunikan-keunikan kampus baru yang membuat tertawa sekaligus miris secara bersamaan, melewati debar-debar yang sama. Ada rasa perih yang menggenggam, membuat dada menciut. Kebersamaan selanjutnya tak lagi akan benar-benar sama. Tapi tentu sesungguhnya tak ada yang kalah. Hanya saja ada yang diberi kesempatan sedikit lebih panjang olehNya untuk memuaskan kehausan akan ilmu di negeri mata air ilmu ini. Ia memberi waktu untuk memungut kembali potongan-potongan yang memang amat sayang dilewatkan.

Tak seorang pun yang setuju bahwa selembar kertas itu adalah segalanya. Hanya media evaluasi periodik. Ada buku catatan nilai lain yang jauh lebih besar yang mesti dicicil mengisinya sebaik-baiknya. Catatan nilai yang dengan tingkat keakuratan maha sempurna. Jika menerima catatan hasil belajar membuat jantung tak sanggup berdegup teratur, entah bagaimana mendebarkannya menerima catatan amal. Semoga perolehan ini menambah akumulasi catatan nilai sesungguhnya itu.

Alhamdulillah wa syukrulillah. Subhanaka waastagfiruka. Momen memancang rencana-rencana selanjutnya. Beserta target-target lebih baik, jika perlu merombak sesuatu yang mungkin menghalangi. Peroleh prestasi lebih baik. Satu lagi perasaan yang tak biasa. Ambisi menghadiahkan yang terbaik untuk diri sendiri dan orang-orang yang disayangi tak boleh pudar. Lalai saat ini menjadi cemeti memberikan dedikasi optimal di hari-hari depan. Bukan hanya karena orang lain telah membuktikan mampu, tapi mempertahankan keyakinan kepada diri sendiri adalah perlu. Amat disayangkan jika sampai roboh oleh kecerobohan

0 komentar:

Posting Komentar